Kamis, 11 Desember 2008

Hikmah: Saat Ajal Menjemput (1)

. Kamis, 11 Desember 2008
0 komentar

Kematian adalah muara kehidupan manusia dan akhir perjalanannya di dunia, tidak ada yang lolos dari lubang jarum kematian, besar dan kecil, tua dan muda, sehat dan sakit, laki-laki dan wanita, semua yang hidup pasti akan meneguk
gelas kematian dan memasuki gerbangnya yang berat. Beratnya kematian bisa kita lihat dari sejarah kematian manusia yang terekam kepada kita, bagaimana calon mayit mengalami sakaratul maut yang jika dia bisa berlari darinya niscaya dia akan berlari, tetapi ke mana?

Berikut ini adalah sejarah yang terekam tentang kematian manusia terbaik, sayid para nabi dan rasul, Muhammad saw.

Pada saat tanda-tanda sakit mulai terlihat pada diri Rasulullah saw, beliau bersabda, "Aku ingin mengunjungi syuhada perang Uhud." Beliau berangkat dan berdiri di atas kubur mereka dan berkata, “Assalamu'alaikum wahai syuhada Uhud, kalian adalah orang-orang yang mendahului, kami, insya Allah, akan menyusul kalian dan aku pun insya Allah akan menyusul kalian."

Pulang dari sana Rasulullah saw menangis, mereka bertanya, "Apa yang membuatmu menangis ya Rasulullah?" Beliau menjawab, "Aku rindu kepada saudara-saudaraku." Mereka berkata, "Bukankah kami adalah saudara-saudaramu ya Rasulullah?" Beliau menjawab, "Bukan, kalian adalah sahabat-sahabatku. Adapun saudara-saudaraku, maka mereka adalah kaum yang datang sesudahku, mereka beriman kepadaku dan tidak melihatku."

Tiga hari sebelum wafat, sakit beliau mulai menguat. Waktu itu beliau menginap di rumah Maemunah, beliau bersabda, "Kumpulkan istri-istriku." Para istri berkumpul. Nabi saw bertanya kepada mereka, "Apakah kalian mengizinkanku menginap di rumah Aisyah?" Mereka menjawab, "Kami mengizinkanmu ya Rasulullah." Beliau hendak bangkit, tetapi tidak mampu. Maka datanglah Ali bin Abu Thalib dan Fadhl bin Abbas memapah Rasulullah dari rumah Maemunah ke rumah Aisyah.

Untuk pertama kali para sahabat melihat Nabi saw dipapah. Mereka berkumpul dan bertanya-tanya, "Ada apa dengan Rasulullah, ada apa dengan Rasulullah?" Orang-orang mulai berkumpul di masjid. Dan masjid pun penuh dengan para sahabat.

Nabi saw dibawa ke rumah Aisyah, beliau mulai berkeringat dan berkeringat. Aisyah berkata, "Aku belum pernah seumur-umur melihat orang berkeringat sederas ini." Lalu Aisyah memegang tangan Rasulullah dan mengusap keringat dengan tangan itu. Mengapa dengan tangan Rasulullah saw dan bukan dengan tangannya sendiri? Aisyah menjelaskan, "Tangan Rasulullah saw lebih baik dan lebih mulia dari tanganku. Karena itu aku mengusap keringatnya dengan tangannya dan bukan dengan tanganku." Ini merupakan penghormatan kepada Nabi saw.

Aisyah berkata, aku mendengarnya berkata, “La ilaha illallah, kematian mempunyai sekarat. La ilaha illallah, kematian mempunyai sekarat." Terdengar suara gaduh dari masjid. Nabi saw bertanya, "Ada apa?" Aisyah menjawab, "Orang-orang mengkhawatirkanmu ya Rasulullah." Nabi saw berkata, "Bawalah aku kepada mereka."

Beliau hendak berdiri tetapi tidak bisa, maka beliau disiram air tujuh kali agar sadar, selanjutnya beliau dibawa ke masjid ke atas mimbar. Inilah khutbah terakhir di mana beliau berkata, "Wahai manusia sepertinya kalian mengkhawatirkanku." Mereka menjawab, "Benar ya Rasulullah." Rasulullah saw bersabda, "Wahai manusia, dunia bukanlah pertemuan kalian denganku akan tetapi pertemuan kalian denganku adalah di telaga. Demi Allah seolah-olah diriku melihatnya dari tempat ini. wahai manusia, demi Allah bukan kemiskinan yang aku takutkan atas kalian, akan tetapi yang aku takutkan atas kalian adalah dunia. Kalian berlomba-lomba padanya sebagaimana orang-orang sebelum kalian juga berlomba-lomba padanya. Maka ia membinasakan kalian seperti ia telah membinasakan mereka."

Beliau melanjutkan, "Wahai manusia bertakwalah kepada Allah pada wanita aku mewasiatkan agar kalian berbaik-baik kepada wanita." Kemudian beliau melanjutkan, "Wahai manusia sesungguhnya seorang hamba diberi pilihan oleh Allah antara dunia dan apa yang ada di sisiNya maka dia memilih apa yang ada di sisiNya." Tidak seorang pun yang mengerti siapa hamba tersebut, padahal maksud Nabi saw adalah dirinya sendiri, kecuali Abu Bakar. Ketika Abu Bakar mendengar ucapan Rasulullah saw, dia tidak mampu menahan dirinya, tangisannya terdengar di seluruh masjid, dia memotong ucapan Rasulullah saw, "Ya Rasulullah, kami mengorbankan bapak-bapak kami untukmu, ya Rasulullah kami mengorbankan ibu-ibu kami untukmu, ya Rasulullah kami mengorbankan istri-istri kami untukmu, ya Rasulullah kami mengorbankan harta-harta kami untukmu." Abu Bakar mengulang-ulang ucapannya. Maka orang-orang melihatnya dengan kejengkelan, bagaimana dia berani memotong pembicaraan Rasulullah saw. Rasulullah saw meneruskan, "Wahai manusia, tidak seorang pun dari kalian yang memiliki jasa kepada kami kecuali kami telah membalasnya, kecuali Abu Bakar, aku tidak kuasa membalasnya, maka aku menyerahkannya kepada Allah Taala. Semua pintu ke masjid hendaknya ditutup kecuali pintu Abu Bakar, ia tidak ditutup untuk selama-lamanya."

Beliau dipapah pulang ke rumah. Datanglah Abdur Rahman bin Abu Bakar dengan siwak di tangannya. Aisyah berkata, "Dari pandangan kedua matanya aku mengerti bahwa beliau menginginkan siwak. Maka aku mengambil siwak dari tangan Abdur Rahman dan melunakkannya terlebih dahulu dengan mulutku, seterusnya aku berikan kepada Nabi saw. Jadi ludahku adalah sesuatu yang paling terakhir yang masuk ke dalam mulut Rasulullah saw."

Putri Rasulullah saw Fatimah datang, dia menangis, dia menangis karena dia terbiasa setiap kali datang kepada Nabi saw, Nabi saw berdiri menyambutnya dan mencium keningnya, akan tetapi kali ini Nabi saw tidak kuasa berdiri untuknya. Rasulullah saw berkata kepada Fatimah, "Mendekatlah kemari wahai Fatimah." Rasulullah saw berbisik kepadanya di telinganya, maka Fatimah menangis. Kemudian beliau berkata kepadanya untuk kedua kalinya, "Mendekatlah kemari ya Fatimah." Rasulullah saw berbisik kepadanya dan Fatimah tertawa. Setelah Rasulullah saw wafat, Fatimah ditanya tentang hal itu, maka dia menjawab, beliau berkata kepadaku, “Wahai Fatimah aku mati pada malam ini.” Maka aku menangis. Kemudian beliau berkata kepadaku, “Wahai Fatimah, kamu adalah keluargaku pertama yang menyusulku.” maka aku tertawa.

Lalu Nabi saw bersandar di dada Aisyah istrinya. Aisyah berkata, beliau mengangkat tangannya dan pandangannya ke langit, kedua bibirnya bergerak, yang terdengar oleh Aisyah adalah, “Bersama orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah dari kalangan para nabi, shiddiqin, syuhada` dan shalihin, ya Allah ampunilah aku dan rahmatilah aku, dan kembalikan aku kepada ar-Rafiq al-A’la, ya Allah ar-Rafiq al-A’la.” Kata terakhir terulang tiga kali dan tangannya luruh. Beliau berpulang.

Perisitwa besar ini terjadi di waktu dhuha pada hari Senin 12 Rabi’ul Awal tahun 11 H, usia beliau padsa saat itu enam puluh tiga tahun lebih empat hari.

Anas berkata, “Aku tidak pernah melihat satu hari pun yang lebih baik dan lebih bersinar daripada hari kedatangan Rasulullah saw, dan aku tidak melihat satu hari pun yang lebih buruk dan lebih gelap daripada hari kematian Rasulullah saw.” - bersambung -

selengkapnya.... »»
komentar »»

Pernikahan Beda Agama Dihalalkan oleh Beberapa 'Cendekiawan Muslim' (catatan:

.
0 komentar

Beberapa hari lalu, saya (Adian Husaini, -red) mendapat hadiah buku kecil yang menarik dari seorang tokoh Islam di Bekasi. Judulnya, ”Perkawinan Antar Pemeluk Agama Yang Berbeda”. Penulisnya seorang guru besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Prof. Dr. Muhammad Daud Ali (alm.). Buku setebal 32 halaman ini ditulis tahun 1992.

Setelah menguraikan pandangannya
berdasarkan hukum Islam dan sejumlah peraturan hukum di Indonesia, Prof. Daud Ali menarik beberapa kesimpulan, diantaranya:

(1) Perkawinan antara orang-orang yang berbeda agama dengan berbagai cara pengungkapannya, sesungguhnya tidaklah sah menurut agama yang diakui keberadaannya dalam Negara Republik Indonesia. Dan, karena sahnya perkawinan didasarkan pada hukum agama, maka perkawinan yang tidak sah menurut hukum agama, tidak sah pula menurut Undang-undang Perkawinan Indonesia.

(2) Perkawinan antara orang-orang yang berbeda agama adalah penyimpangan dari pola umum perkawinan yang benar menurut hukum agama dan Undang-undang Perkawinan yang berlaku di tanah air kita. Untuk penyimpangan ini, kendatipun merupakan kenyataan dalam masyarakat, tidak perlu dibuat peraturan tersendiri, tidak perlu dilindungi oleh negara. Memberi perlindungan hukum pada warga negara yang melakukan perbuatan yang bertentangan dengan Pancasila sebagai cita hukum bangsa dan kaidah fundamental negara serta hukum agama yang berlaku di Indonesia, pada pendapat saya selain tidak konstitusional, juga tidak legal.

Demikianlah kesimpulan Prof. Daud Ali tentang perkawinan antar agama di Indonesia. Penegasan guru besar UI itu perlu kita renungkan, mengingat saat ini sejumlah guru besar liberal yang mengajar di sejumlah kampus Islam, seperti Prof. Musdah Mulia dan Prof. Zainun Kamal, justru aktif membongkar dasar-dasar hukum Islam dalam soal perkawinan, dan menciptakan hukum baru. Buku Fiqih Lintas Agama yang ditulis oleh sejumlah profesor di UIN Jakarta dan aktivis liberal juga terus-menerus disebarkan di tengah masyarakat Indonesia. Buku Fiqih Lintas Agama ini bukan hanya membolehkan perkawinan antar agama, tetapi melangkah lebih jauh lagi dengan menganjurkan masyarakat Indonesia agar melakukan perkawinan antaragama.

Kata buku terbitan Paramadina dan (edisi Inggrisnya oleh) International Center for Islam and Pluralism (ICIP) ini: “Di tengah rentannya hubungan antar agama saat ini, pernikahan beda agama justru dapat dijadikan wahana untuk membangun toleransi dan kesepahaman antara masing-masing pemeluk agama. Bermula dari ikatan tali kasih dan tali sayang, kita rajut kerukunan dan kedamaian.”

Sebagai umat beragama, kita tentu sulit memahami logika macam apakah yang bercokol di otak para guru besar bidang agama ini, sampai tega-teganya menganjurkan umat Islam melakukan perkawinan antar-agama, demi membangun kerukunan umat beragama. Lagi pula apakah mereka juga melakukan hal itu pada keluarga mereka sendiri; pada anak-anak mereka sendiri?

Lihatlah, apakah nama-nama yang tercantum sebagai penulis Buku Fiqih Lintas Agama dan penyebar buku ini -- seperti Zainun Kamal, Nurcholish Madjid, Kautsar Azhary Noer, Syafii Anwar, dan sebagainya -- juga bersedia menikahkan anak-anaknya sendiri dengan orang yang beragama lain?

Kita patut bertanya-tanya, mengapa sebagian mereka aktif menikahkan orang lain dengan pasangan beda agama, tetapi justru mereka sendiri tidak menerapkannya. Ketika putrinya, Nadia Madjid, akan menikah dengan seorang Yahudi Amerika, Nurcholish Madjid mengirimkan surat keberatannya. Diantara isinya ialah mensyaratkan calon mantunya itu harus masuk Islam. ”Kalau memang jadi, dia mutlak harus masuk agama kita,” tulis Nurcholish Madjid dalam surat bertanggal 13 Agustus 2001.

Bahkan, lebih jauh lagi, Nurcholish memberi syarat yang lebih berat untuk calon mantunya waktu itu: ”Dan yang lebih penting, bahwa pengislaman itu tercatat, dengan surat keterangan/tanda bukti yang mencantumkan nama-nama para saksi resmi (biasanya dua orang, lebih banyak lebih baik) dan tanda tangan mereka. Karena itu, acara pengislaman tersebut harus dilaksanakan di sebuah lembaga yang diakui, seperti Islamic Center setempat, dan dibimbing oleh yang berwenang di situ.”

Kita tahu, apa yang kemudian terjadi pada kasus perkawinan antara Nadia Madjid dengan David, seorang Yahudi Amerika. Kita tidak pernah tahu, bagaimana sebenarnya sikap Nurcholish Madjid terhadap buku Fiqih Lintas Agama ini. Yang jelas buku ini diterbitkan sebelum dia meninggal dunia. Namanya tercantum sebagai salah satu Tim Penulis di buku ini. Yang kita tahu kemudian, tahun 2006, ICIP yang dipimpin Dr. Syafii Anwar – sahabat dekat dan pengikut setia Nurcholish Madjid – malah menerbitkan edisi bahasa Inggris dari buku yang jelas-jelas merusak aqidah dan syariat Islam ini. Dalam edisi bahasa Inggris yang diberi judul ”Interfaith Theology” ini, nama Nurcholish Madjid tetap dicantumkan dalam jajaran penulis, setelah nama Zainun Kamal, seorang guru besar UIN Jakarta yang juga berprofesi sebagai ’penghulu swasta’ dalam perkawinan antar-agama.

Kita perlu benar-benar memperhatikan pemikiran dan perilaku para penganjur perkawinan antar-agama dari kalangan dosen-dosen UIN dan aktivis liberal ini. Sebab, sadar atau tidak, melalui pemikiran dan tindakan tersebut, mereka sebenarnya sudah melakukan sebuah tindakan yang merobohkan bangunan masyarakat Islam dari dasarnya, yaitu merusak institusi keluarga Muslim. Padahal, dari keluarga inilah diharapkan akan lahir generasi masa depan yang tangguh, yang tentu saja harus didasari dengan keimanan yang kokoh. Jika di tengah keluarga ini kedua orang tuanya berbeda keimanan, bagaimana mungkin akan terbangun generasi anak yang shalih menurut Islam?

Karena itulah, perkawinan antar-agama bukan hanya menjadi masalah bagi Islam, tetapi juga bagi agama-agama lain. Dalam bukunya, Prof. Daud Ali mengutip ketentuan perkawinan antar-agama pada sejumlah agama di Indonesia. Agama Katolik dengan tegas menyatakan bahwa ”Perkawinan antara seorang Katolik dengan penganut agama lain tidak sah” (Kanon 1086). Namun demikian, bagi mereka yang sudah tidak mungkin dipisahkan lagi karena cintanya sudah terlanjur mendalam, pejabat gereja yang berwenang, yakni uskup, dapat memberi dispensasi (pengacualian dari aturan umum untuk suatu keadaan yang khusus) dengan jalan mengawinkan pemeluk agama Katolik dengan pemeluk agama lain itu, asal saja kedua-duanya memenuhi syarat yang ditentukan dalam kanon 1125 yakni:

1. yang beragama Katolik berjanji (a) akan tetap setia pada iman Katolik, dan (b) bersedia mempermandikan dan mendidik semua anak-anak mereka secara Katolik.

2. Sedangkan yang tidak beragama Katolik berjanji antara lain (a) menerima perkawinan secara Katolik (b) tidak akan menceraikan pihak yang beragama Katolik, (c) tidak akan menghalangi pihak yang Katolik melaksanakannya imannya dan (d) bersedia mendidik anak-anaknya secara Katolik.

Karena akan menimbulkan berbagai konflik dalam keluarga, maka menurut agama Katolik, perkawinan antara orang-orang yang berbeda agama hendaklah dihindari. Demikian kutipan dari buku Prof. Daud Ali.

Dr. Al. Purwohadiwardoyo MSF, dalam bukunya yang berjudul ”Perkawinan Menurut Islam dan Katolik, Implikasinya dalam Kawin Campur”, (Yogyakarta: Kanisius, 1990), menulis sebagai berikut:

“Menurut hukum gereja katolik, perkawinan mereka (kawin campur.pen) itu bukanlah sebuah sakramen, sebab salah satu tidak beriman kristen. Hukum gereja katolik memang dapat mengakui sahnya perkawinan mereka, asal diteguhkan secara sah, namun tidak mengakui perkawinan mereka sebagai sebuah sakramen (sebuah perayaan iman gereja yang membuahkan rahmat berlimpah. Pen). (hal. 18-19).

Lebih jauh dikatakan dalam buku ini:

“Kesulitan lain muncul dalam hal memberikan pendidikan kepada anak-anak mereka. Pihak Katolik mempunyai kewajiban untuk mendidik anak-anak dalam semangat katolik, bahkan ia harus berusaha sekuat tenaga untuk membaptis mereka secara katolik. Padahal kewajiban yang sama juga ada pada pihak yang beragama Islam.”(hal. 77).

Karena memandang penting dan strategisnya soal perkawinan ini, maka pada awal tahun 1970-an, umat Islam Indonesia telah mengerahkan segala daya upaya untuk menggagalkan RUU Perkawinan sekular yang diajukan pemerintah ke DPR ketika itu. Prof. HM Rasjidi, menteri agama pertama RI, dalam artikelnya di Harian Abadi edisi 20 Agustus 1973, menyorot secara tajam RUU Perkawinan yang dalam pasal 10 ayat (2) disebutkan:

”Perbedaan karena kebangsaan, suku, bangsa, negara asal, tempat asal, agama, kepercayaan dan keturunan, tidak merupakan penghalang perkawinan.”

Pasal dalam RUU tersebut jelas ingin mengadopsi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia pasal 16 yang menyatakan: ”Lelaki dan wanita yang sudah dewasa, tanpa sesuatu pembatasan karena suku, kebangsaan dan agama, mempunyai hak untuk kawin dan membentuk satu keluarga. Mereka mempunyai hak yang sama dengan hubungan dengan perkawinan, selama dalam perkawinan dan dalam soal perceraian.”

Dalam tulisannya tentang Perbandingan Hak-hak Asasi Manusia Deklarasi PBB dengan Islam, khusus tentang pasal 16 tersebut, Hamka menulis kesimpulan yang sangat tajam: ”Oleh sebab itu dianggap kafir, fasiq, dan zalim, orang-orang Islam yang meninggalkan hukum syariat Islam yang jelas nyata itu, lalu pindah bergantung kepada ”Hak-hak Asasi Manusia” yang disahkan di Muktamar San Francisco, oleh sebagian anggota yang membuat ”Hak-hak Asasi” sendiri karena jaminan itu tidak ada dalam agama yang mereka peluk.” (Hamka, Studi Islam, (1985:233).

Jika kaum sekular di awal 1970-an berusaha meluluskan sebuah RUU Perkawinan sekular yang meninggalkan agama, maka kini sejumlah dosen UIN Jakarta, seperti Prof. Zainun Kamal dan Musdah Mulia, justru berusaha membuat hukum syariat baru, bahwa perkawinan antar agama adalah halal. Lebih jauh, Prof. Zainun Kamal bahkan sering bertindak sebagai penghulu swasta dalam perkawinan antar-agama.

Dengan sokongan lembaga-lembaga donor Barat seperti The Asia Foundation, apa yang dikerjakan oleh para ilmuwan agama dalam merusak hukum Islam ini adalah jauh lebih besar kadar kejahatan dan daya rusaknya. Sebab, yang mereka lakukan adalah merusak konsep kebenaran itu sendiri. Mereka berusaha menciptakan kebingungan dan ketidakpastian dalam hukum Islam.

Seperti kita ketahui, pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan tahun 1974 menyatakan: ”Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.” Dalam penjelasan pasal demi pasal menyatakan dengan tegas, bahwa: ”Dengan perumusan pada pasal 2 ayat (1) ini, tidak ada perkawinan di luar hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.” Dengan legitimasinya sebagai guru besar bidang keagamaan di kampus berlabel Islam, maka para dosen penganjur perkawinan antar-agama itu berusaha meruntuhkan bangunan hukum Islam dalam soal perkawinan. Dengan posisinya itu, seolah-olah mereka memiliki otoritas di bidang hukum Islam, sehingga pendapatnya juga dianggap mewakili Islam. Toh selama ini, pimpinan kampus dan pihak pemerintah juga membiarkan saja perilaku para dosen tersebut. Sesuai dengan doktrin liberal, tidak ada penafsiran yang tunggal dalam soal hukum Islam. Mereka menyebarkan paham, perbedaan pendapat dalam soal apa saja adalah sah dan harus dihormati.

Tidak heran, setelah dikawinkan dengan Kalina (Muslimah) oleh Prof. Zainun Kamal, pesulap nyentrik Deddy Corbuzier (Katolik) merasa perkawinannya telah sah menurut agama. Ia berujar, ”Yang penting, kami sah dulu secara agama.” (Tabloid C&R edisi 28 Februari-06 Maret 2005).

selengkapnya.... »»
komentar »»

Hikmah: Perpisahan Itu Akan Selalu Ada

.
0 komentar

Tidak ada yang kekal di dunia ini. Setiap ada kelahiran pasti ada kematian, setiap ada kesenangan pasti ada kesedihan, dan setiap ada perjumpaan pasti diakhiri dengan perpisahan. Aku sangat meyakini semuanya. Yang tetap tak kumengerti, mengapa selalu saja air mata ini jatuh di pipiku saat

perpisahan itu datang menjelang.

"Itu manusiawi, Nduk," kata Bapak memecahkan keheningan suasana.

Sore ini, keluarga besar kami sedang berkumpul. Awalnya gelak tawa menghiasi ruang keluarga yang tak seberapa besar ini karena cerita-cerita masa lalu kami yang penuh dengan keprihatinan, namun terasa menggelikan.

Ibu duduk di depan mesin jahitnya, seusai menjahit celana Thariq, putraku. Bapak duduk tepat di belakang Ibu, sambil sesekali melihat berita di tivi. Aku, adik bungsu kami, adik perempuanku dan suaminya duduk di karpet, juga di depan tivi. Sedangkan dua jundi kecil sedang tidur pulas di kamarnya masing-masing. Dan suamiku tak hadir dalam pertemuan keluarga ini karena sedang melanjutkan studi ke negeri Jiran.

Ya, aku baru datang ke kota kelahiranku 3 hari yang lalu. Kantor tempat aku bekerja memberikan izin cuti, untuk menengok ponakanku yang baru berusia sebulan.

Pertemuan-pertemuan seperti ini selalu aku nantikan dalam hidup sendiriku di perantauan. Setiap kali ada rencana untuk datang ke kampung halaman, sepertinya semangat hidupku tumbuh kembali. Keingingan untuk segera menyelesaikan semua tanggung jawab di kantor menjadi prioritas agar rencana itu tidak sampai gagal hanya gara-gara tidak mendapat ijin dari atasan.

Dan hari-hari menjelang keberangkatan adalah hari-hari terindah. Namun, ketika saat itu tiba, rasa malas mulai menjalari urat nadiku, karena perpisahan pasti akan segera menemuiku.

"Pada dasarnya, orang memang malas dengan perubahan, Nduk," lanjut Bapak kemudian. "Yang penting dalam hidup ini adalah bagaimana cara kita untuk melakukan yang terbaik pada setiap tarikan nafas kita, hingga tak besar penyesalan yang akan kita jumpai nanti. Seperti yang sedang kau rasakan saat ini, kami semua juga merasakannya. Saat-saat bahagia saat kita berjumpa, akan selalu berakhir dengan saat yang menyedihkan karena perpisahan di antara kita. Itu akan selalu terjadi pada kita, karena dunia ini fana. Tidak ada satu hal pun yang kekal di dunia ini, tak ada. Makanya, kita harus selalu berusaha membenahi iman dan ketaqwaan dalam hati kita, agar kelak kita bisa dikumpulkan dalam surga-Nya. Karena kita hanya akan mendapati pertemuan yang kekal, insyaallah di akhirat nanti, di surga-Nya. Untuk itu, kita harus berlomba-lomba mendapatkan surga Allah hingga kita bisa berjumpa dalam ridho-Nya, tanpa akan menemui perpisahan lagi. Bukankah Allah SWT telah berfirman dalam Surat Al Kahfi ayat 107 dan 108: Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka adalah surga firdaus menjadi tempat tinggal. Mereka kekal didalamnya, mereka tidak ingin berpindah dari padanya."

Kami semua menunduk dengan mata berkaca-kaca. Ya, Pak... insyaAllah, kita akan berusaha untuk selalu berbenah diri, untuk meraih ridho Allah.

selengkapnya.... »»
komentar »»

Hikmah: Jangan Menunggu "Terima Kasih" dari Seseorang

.
0 komentar

Allah menciptakan para hamba Nya agar selalu mengingat Nya, dan Dia menganugerahkan rezki kepada setiap makhluk ciptaan Nya agar mereka bersyukur kepada Nya. Namun, mereka justru banyak yang menyembah selain Dia dan banyak pula yang bersyukur kepada selain Dia.

Tabiat untuk meningkari,

membangkang, dan meremehkan suatu kenikmatan adalah penyakit yang umum menimpa jiwa manusia. Karena itu, Anda tak perlu heran dan resah bila mendapatkan mereka mengingkari kebaikan yang pernah Anda berikan, mencampakkan budi baik yang telah Anda tunjukkan, serta melupakan bakti yang telah Anda persembahkan. Bahkan, Anda tak usah resah bila mereka pun memusuhi Anda dengan sangat keji dan membenci Anda sampai mendarah daging, sebab semua itu mereka lakukan adalah justru karma Anda berbuat baik kepada mereka.

"Dan, mereka tidak mencela (Allah dan Rasul Nya) kecuali karma Allah dan Rasul Nya telah melimpahkan karunia Nya kepada mereka." (QS. At Taubah: 74)

Coba Anda buka kembali catatan dunia tentang perjalanan hidup ini! Dalam salah satu babnya diceritakan: syahdan, seorang ayah telah memelihara anaknya dengan baik; ia memberinya makan, pakaian dan minum, mendidiknya hingga menjadi orang pandai, rela tidak tidur demi anaknya, rela untuk tidak makan asal anaknya kenyang, dan bahkan, mau bersusah payah agar anaknya bahagia. Namun lacur, ketika sudah berkumis lebat dan kuat tulang tulangnya, anak itu bagaikan anjing galak yang selalu menggonggong kepada orang tuanya. la tak hanya berani menghina, tetapi juga melecehkan, acuh tak acuh, congkak, dan durhaka terhadap orang tuanya. Dan semua itu, ia tunjukkan dengan perkataan dan juga tindakan.

Karena itu, siapa saja yang kebaikannya diabaikan dan dilecehkan oleh orang orang yang menyalahi fitrahnya, sudah seyogyanya menghadapi semua itu dengan kepala dingin. Dan, ketenangan seperti itu akan mendatangkan balasan pahala dari Dzat Yang perbendaharaan Nya tidak pernah habis dan sirna.

Ajakan ini bukan untuk menyuruh Anda meninggalkan kebaikan yang telah Anda lakukan selama ini, atau agar Anda sama sekali tidak berbuat baik kepada orang lain. Ajakan ini hanya ingin agar Anda tak goyah dan terpengaruh sedikitpun oleh kekejian dan pengingkaran mereka atas semua kebaikan yang telah Anda perbuat. Dan janganlah Anda pernah bersedih dengan apa saja yang mereka perbuat.

Berbuatlah kebaikan hanya demi Allah semata, maka Anda akan menguasai keadaan, tak akan pernah terusik oleh kebencian mereka, dan tidak pernah merasa terancam oleh perlakuan keji mereka! Anda harus bersyukur kepada Allah karena dapat berbuat baik ketika orang orang di sekitar Anda berbuat jahat. Dan, ketahuilah bahwa tangan di atas itu lebih baik dari tangan yang di bawah.

"Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah. Kami tidak mengharapkan balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih." (QS. Al Insan: 9)

Masih banyak orang berakal yang sering hilang kendali dan menjadi kacau pikiranya saat menghadapi kritikan atau cercaan pedas dari orang orang sekitarnya. Terkesan, mereka seolah olah belum pernah mendengar wahyu ilahi yang menjelaskan dengan gamblang tentang perilaku golongan manusia yang selalu mengingkari Allah. Dalam wahyu itu dikatakan:

"Tetapi setelah Kami hilangkam bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Begitulah orang orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan." (QS. YinuS: ia)

Anda tak perlu terkejut manakala menghadiahkan sebatang pena kepada orang bebal, lalu is memakai pena itu untuk menulis cemoohan kepada Anda. Dan Anda tak usah kaget, bila orang yang Anda beri tongkat untuk menggiring domba gembalaannya justru memukulkan tongkat itu ke kepala Anda. Itu semua adalah watak dasar manusia yang selalu mengingkari dan tak pernah bersyukur kepada Penciptanya sendiri Yang Maha Agung nan Mulia. Begitulah, kepada Tuhannya saja mereka berani membangkang dan mengingkari, maka apalagi kepada saya dan Anda!

[Laa Tahzan, Jangan Bersedih. Aidh Al-Qarni]

selengkapnya.... »»
komentar »»

Rabu, 10 Desember 2008

Oase: Ketika Allah mengabulkan doa

. Rabu, 10 Desember 2008
0 komentar

HR. Bukhari dan Muslim

Pada jaman dahulu, ada tiga orang yang pergi dan terpaksa harus menginap di sebuah gua. Mereka pun masuk ke dalam gua tersebut. Tiba-tiba ada batu yang jatuh dari gunung hingga

menutupi pintu gua tersebut. Mereka lantas berkata, "Sesungguhnya tidak ada yang bisa menyelamatkan kalian dari batu ini, kecuali dengan berdo'a kepada Allah melalui perantara amal shalih kalian."

Maka salah seorang dari mereka berkata, "Ya Allah, sesungguhnya aku memiliki orang tua yang sudah lanjut. Aku selalu memberinya susu dan tidak memberikan kepada siapa pun sebelum keduanya. Hingga pada suatu hari, aku harus pergi jauh untuk menggembala, sampai aku belum menemui mereka. Aku pun memerah susu untuk keduanya. Ternyata aku dapati ia telah tidur. Aku enggak untuk membangunkan keduanya, tidak juga aku mau memberikan susu ini untuk yang lain sebelum keduanya. Maka, aku pun menunggu keduanya, sambil membawa tempat susu itu dengan tanganku sampai datang waktu fajar. Keduanya lalu bangun dan meminum susu itu. Ya Allah, jika sekiranya aku melakukan itu hanya karena mencari ridha-Mu, maka bebaskan kami dari batu ini." Setelah lelaki itu membaca do'a, batu itu pun bergeser sedikit.

Kemudian orang yang kedua berkata, "Ya Allah, aku punya sepupu perempuan. Ia yang paling aku cintai dari seluruh manusia, hingga aku menginginkannya. Tetapi ia menolak. Sampai suatu masa paceklik datang. Ia pun datang kepadaku. Aku memberinya 120 dinar dengan syarat ia mau tidur denganku. Ia pun mau, hingga ketika aku telah bersamanya, ia berkata, "Takutlah kepada Allah, janganlah engkau melakukannya kecuali dengan haknya (nikah)." Aku pun meninggalkannya, padahal dia adalah orang yang paling aku cintai. Sedang uang itu pun aku lepaskan untuk dirinya. Ya Allah, sekiranya apa yang aku lakukan itu adalah karena mencari ridha-Mu maka keluarkanlah kami dari kesulitan ini." Setelah itu, batu itu pun bergeser. Namun mereka bertiga belum bisa keluar.

Kemudian orang yang ketiga berdo'a, "Ya Allah, aku pernah menyewa para pekerja. Lalu aku memberi mereka upahnya. Kecuali seorang pekerja yang meninggalkan apa yang menjadi haknya lalu pergi. Maka upah pekerja yang pergi itu aku kembangkan hingga menjadi harta yang sangat banyak. Sampai suatu hari ia datang seraya berkata, "Wahai hamba Allah, tunaikanlah bayaranku." Aku pun menjawab, "Seluruh yang engkau lihat itu, dari unta, sapi, kambing, dan budaknya adalah upahmu." Ia berkata, "Wahai hamba Allah, janganlah engkau menghinaku." Aku menjawab, "Aku tidak menghinamu." Kemudian pekerja itu mengambil seluruh hartanya tanpa meninggalkan sedikit pun. "Ya Allah, kalau sekiranya aku melakukan itu karena mencari ridha-Mu, maka keluarkan kami dari kesulitan ini." Seketika, batu itu pun bergeser hingga mereka pun bisa keluar dan pergi.

selengkapnya.... »»
komentar »»

Oase: Bila ditakdirkan miskin

.
0 komentar

Di kota Madinah yang damai. Beberapa orang miskin dari kaum Muhajirin menemui Rasulullah. Di hadapan rasul mulia tersebut, orang-orang itu mengadukan sedikit

kegundahan mereka. Tidak dalam nada protes, hanya semacam memohon penjelasan.
"Wahai Rasulullah, alangkah beruntungnya orang-orang kaya. Mereka bisa berjuang seperti kami, mereka bisa sholat seperti kami. Tapi mereka bisa berinfaq dengan kekayaan mereka. Sementara kami tidak," begitulah keluhan yang mereka sampaikan.
Mendengar pengaduan itu, Rasulullah menjawab dengan penuh kasih sayang, "Maukah kalian aku beritahu tentang amalan yang bisa menjadikan diri kalian seperti mereka? Bacalah tasbih (subhanallah) tiga puluh tiga kali, tahmid (alhamdulillah) tiiga puluh tiga kali, dan takbir (Allahu Akbar) tiga puluh tiga seusai sholat."
Mendengar jawaban Rasulullah tersebut orang-orang miskin pun lega. Mereka pulang membawa ketenangan dan kedamaian.
Tapi beberapa waktu kemudian, orang-orang kaya itu mendengar tentang amalan yang diajarkan Rasulullah kepada orang-orang miskin tersebut. Dan orang-orang kaya itu pun membaca wirid seperti yang dilakukan orang-orang miskin itu. Mereka mengucapkan tasbih, tahmid, dan takbir setiap usai sholat.
Mendengar hal itu orang-orang miskin itu kembali menghadap Rasulullah, serta menjelaskan apa yang terjadi. Bahwa orang-orang kaya juga melakukan apa yang mereka lakukan.
Akhirnya Rasulullah pun memberi jawaban, "Itu adalah karunia yang diberikan Allah kepada siapa yang Dia kehendaki."
---
Hidup adalah ujian, seorang yang kaya diuji dengan kekayaannya, seorang miskin diuji dengan kemiskinannya, seorang yang pintar atau bodoh maka ia diuji dengan kepintaran dan kebodohannya itu, seorang pemimpin maka ia diuji dengan kepemimpinannya. Sesungguhnya ada kehidupan abadi setelah di dunia ini, karena Allah Maha Adil. Sehingga kita perlu waspada dengan segala kondisi yang melekat pada diri kita.

selengkapnya.... »»
komentar »»

Hikmah: Sebenarnya Kita Semua Perlu Doa

.
0 komentar

Dikutip dari Tarbawai edisi 32 thn 3

Di lembah Makkah yang datar. Sepanjang hari matahari membakar. Pasir-pasir berbisik kepanansan. Fatamorgana meliuk-liuk perlahan. Disanalah, ditanah yang gersang itu, Nabi Ibrahim 'alaihisalam baru saja meninggalkan istrinya, Hajar, bersama bayi kecilnya Ismail. Ia harus pergi atas perintah Allah, meninggalkan keluarganya tercinta. Sebuah ujian yang


tidak ringan.

Tetapi Ibrahim tidak lantas berkecil rasa. Justru saat itu ia memasrahkan keluarganya kepada Allah, Dzat Yang memeintahkan dirinya untuk beranjak. Ibrahim pun berdoa. "Ya Yuhan kaim, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanaman-tanaman, di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami, (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadkanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur." (Ibrahim:37)

Ibrahim adalah kekasih Allah, tetapi doa dan permohonan Ibrahim untuk kebaikan anak istrinya bercerita tentang fakta lain. Bahwa siapapun sangat perlu kepada doa. Ibrahim bahkan harus berpanjang-panjang doa. Merangkum segala harap, tidak saja untuk istri dan anaknya, tetapi jga untuk kebaikan penduduk mekkah, untuk kebaikan anak cucunya, untuk kesinambunagn penghambaan kepada Allah Yang Esa. Ibrahim pun berkata, "Ya Tuhan kami, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, Ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.(QS. Ibrahim:40)

Para Rasul mulia bahkan terkenal dengan keseriusan mereka dalam meminta dan berdoa kepada Allah. Lihatlah Nabi Zakariya. Dalam usianya yang sudah senja, ia tak pernah putus berdoa agar diberi penyambung generasi dirinya. "Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau ya Tuhanku. Dan sesungguhnya au khawatir terhadap mawaliku sepeninggalanku, sedang istriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putera. Yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya'kub dan jadikanlah ia, ya Tuhanku, seorang yang diridhai." (QS. Maryam: 4-5)

Dengan tulus , khusyu dan penuh ketundukkan, Zakariya memohon dan berdoa kepada Allah. Akhirnya, Allah memberinya seorang anak yang belum pernah diciptakan sebelumnya. Anak itu bernama Yahya, yang kemudian menjadi nabi pilihan Allah.

Lihat pula sebelum itu, Nabi Ya'qub ditengah dukanya yang mendalam karena kehilangan anak tecintanya,Yusuf, ia tetap tulus berdoa seraya menegaskan, "Dan Allah sajalah yang dimohonan pertolongan-Nya.(QS. Yusuf:18). Lihat pula bagaimana Nabi Yusuf, ketika dikemudian hari jadi pembesar di kerajaan Mesir, ia tetap tulus berdoa, bahkan sebuah doa yang sangat penting artinya bagi akhir dari seluruh kebesarannya: Mohon diwafatkan sebagai muslim. "Ya Tuhanku, Sesungguhnya Engkau telah menganugerahkanku sebagian kerajaan dan telah mengajarkan daku sebagian ta''bir mimpi. (Ya Tuhan), pencipta langit dan bumi. Engkaulah Pelindungku di dunia dan akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang shalih." (QS. Yusuf: 101).

Demikian pula Rasulullah saw, menjelang perang Badar yang menegangkan. Ketika diketa¬huinya jumlah kaum musyrikin mencapai seribu orang. Rasulullah berdo''a begitu khidmat, meng¬hadap kiblat, menengadahkan tangan. "Ya Allah, tunaikanlahjanji-Mu untukku. Ya Allah, jika engkau kalahkan jumlah kami dari kaum muslimin ini, Engkau tidak akan disembah di bumi ini." Rasulul¬lah terus berdo''a. Sampai-sampai selendangnya jatuh. Abu Bakar menyusulnya, mengambil selendang itu, lalu meletakkan kembali dipundak¬nya yang mulia, lalu menyemangati orang yang paling ia cintai itu, seraya berkata, "Wahai Rasululah, cukuplah permohonan engkau. Pasti, Allah akan memenuhi janjinya untuk engkau." Rasulullah adalah hamba terbaik-Nya. Tetapi Rasulullah tetap berdo''a. Bahkan lebih dari do''a siapapun.

Ya. Setiap kita harus berdo''a. Karena kita diciptakan dalam keadaan yang penuh keterbatasan. Di balik segala kelebihan kemanusiaan kita, kita juga menyimpan bertumpuk kelemahan kemanusiaan pula. Di balik harum nama dan gelar kita, sejujurnya banyak borok yang mungkin tak seorangpun tahu, kecuali kita sendiri. Kita memang tidak sempurna, dan tidak akan sempurna. Karenanya, selamanya, kita perlu meminta kepada Allah, dalam do''a-do''a yang tulus, dalam kepasrahan yang penuh. Allah swt telah menegaskan, "Hai manusia kamulah yang memerlukan Allah, dan Allah Dia-lah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji." (QS. Faathir: 15).

Renungkan saat-saat kita menghadapi kesulitan. Kala tiba-tiba badan yang tegap menjadi lunglai. Ketika garis wajah yang indah menjadi tercerai berai. Ingatlah saat-saat guncangan menghempaskan kita. Merenggut orang-orang yang kita cintai, atau melenyapkan pernik-pernik kebutuhan hidup yang mungkin bertahun-tahun kita gali. Adakah kita bisa menolak? "Jika Allah menimpakan suatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu." (QS. Al-An''am: 17).

Setiap saat kita bergantung kepada Allah. Kita tidak pernah tahu apa kesudahan dari seluruh langkah-langkah hidup kita, dalam jangka pendek maupun panjang. Akankah kita sukes? Ataukah malah gaga!? Akankan kita menemui kesenangan? Ataukah tersandung segunung kepahitan? Akankan usaha kita lancar? Ataukah justru menga¬lami kebangkrutan? Yang kita lakukan hanya menata ikhtiar, sebaik mungkin. Kita memang harus yakin dengan tujuan, tetapi kita juga harus sadar, bahwa segala kesudahan itu tidak hanya bergantung kepada keyakinan.

Kita tidak bias memastikan tentang apa yang akan kita temui, bahkan untuk beberapa saat kemudian. Maka, kebergantungan kita kepada Allah, adalah bahasa lain dari keharusan kita untuk selalu berdo''a. Dengan berdo''a kepada Allah, kita telah mengadu kepada Dzat yang paling tulus menerima pengaduan. Allah, sangat Maha Kaya, Maha Pengasih, dan Maha Mendengar do''a hamba-Nya. Seorang mukmin tentu tak akan menyia-nyiakan kasih sayang Allah. "Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muham¬mad) tentang Aku, maka (jawablah), bahwasannya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo''a apabila ia memohon kepada-Ku. Maka hendaklah mereka memenuhi (segala perintah)Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran." (QS. AI-Bagarah:186).

Tidak ada kesimpulan yang lebih penting dari semua uraian di atas, melebih sebuah keyakinan, bahwa kita harus selalu berdo''a. Karenanya, di tengah hirup pikuk hidup yang keras, sejujurnya ada jenak-jenak sesaat, kala ketulusan hati kita bicara, tentang kebergantungan kita kepada Allah Yang Maha Perkasa. Saat kita dengan sadar mengakui kelemahan kita. Saat itulah, segerakan pengharapan. Segeralah berdo''a, kepada Allah Yang Maha Kuasa.

selengkapnya.... »»
komentar »»
 

Pengikut

about me...

Foto saya
saya cuma seorang newbie yang tertarik dengan komputer..... dari situlah saya mulai belajar........ thanks bgt buat o-om cz tutorial sama templatenya,GBU.. (etho)
Namablogkamu is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com